Selamat petang Sumba

Matari mulai menyembunyikan wajahnya di balik bukit padang sabana, menyisakan semburat kekuningan silau pucuk atap rumah menara. Kuningnya menambah pukau atap alang saat aku melewatinya dengan sepedaku. Aku tersenyum pada tiga anak kecil tanpa alas kaki yang menyapa ku dengan “dahhh”, juga masih kutahan senyumku untuk mama-mama yang menyusui bayinya di bale-bale rumah menara. HariLanjutkan membaca “Selamat petang Sumba”

Egoku ditampar Melki

Siang di sekolah, bersiap aku untuk pulang, ada yang tidak beres dengan standar sepedaku, longgar. Tiap kali di naikkan, standar akan kembali turun. Ahh..biarlah, batinku. Jadi segera aku naiki sepeda dan mulai mengayuh, tepat Melki berteriak dari belakang “Ma, standar!!” Melki berlari ke arahku, satu tangannya memegang mika bekas biskuit dan ditempelkan di telinga kananLanjutkan membaca “Egoku ditampar Melki”

Buah rasa syukur

Malam minggu, aku menghadiri undangan seorang sahabat dalam ibadah syukur atas digenapkan usianya yang ke 30. Menembus dinginnya udara Lewa, kami bertiga menuju rumah sahabatku yang ternyata sudah menunggu di depan rumahnya. Memakai jaket hitamnya.  Kami dipersilakan masuk, berucap “selamat malam” saat memasuki ruang tamu yang ternyata sudah hamper peuh oleh keluarga dan juga tetanggaLanjutkan membaca “Buah rasa syukur”

Hidden treasure of Sumba

5 menit meninggalakn kos ku yang berada di Lewa, salah satu kecamatan di Kabupaten Sumba Timur, Pulau Sumba, terpampang baliho di tepi jalan dari Dinas Pariwisata setempat. Baliho dengan gambar air terjun bertuliskan “Exploring The Hidden Treasure of Sumba” yang jadi tujuan kami ber-6 kali ini, di minggu siang, dadakan. Berkisar 15 menit dari baihoLanjutkan membaca “Hidden treasure of Sumba”